Para pejabat, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kini makin sering menyebut Indonesia sebagai salah satu calon Macan Asia (Asian Tigers). Bahkan SBY yakin, predikat itu akan kita rangkul sekitar 5 tahun lagi.
Ini seperti memutar sebuah tembang nostalgia nan jadoel. Jika kita ingat, di era 1990-an, pamor Indonesia pernah mencorong sebagai salah satu Macan Asia. Salah satu sebabnya adalah karena waktu itu ekonomi negeri kita konsisten tumbuh rata-rata 7% per tahun.
Ini seperti memutar sebuah tembang nostalgia nan jadoel. Jika kita ingat, di era 1990-an, pamor Indonesia pernah mencorong sebagai salah satu Macan Asia. Salah satu sebabnya adalah karena waktu itu ekonomi negeri kita konsisten tumbuh rata-rata 7% per tahun.
Bagaimana kondisi sekarang? Sejatinya, optimisme SBY dan para pejabat lain cukup beralasan. Tatanan ekonomi dunia memang tengah berubah. Mesin utama ekonomi global yang dikuasai Eropa dan Amerika sejak era industrialisasi, kini, telah beralih ke Asia. Semakin banyak orang, sekarang, berbicara tentang kekuatan ekonomi negara-negara di Asia.
Nah, selain China, Indonesia juga selalu disebut-sebut sebagai motor utama ekonomi di Asia. Butuh angka-angka? Simak saja laporan terbaru McKinsey&Company tentang Indonesia. Dalam laporan setebal 116 halaman yang bertajuk The Archipelago Economy; Unleashing Indonesia's Potential itu, McKinsey memaparkan angaka-angka yang menggambarkan betapa besarnya potensi ekonomi di Indonesia.
Angka-angka itu cukup spektakuler, lo. Misalnya McKinsey meramal, di 2030, ekonomi Indonesia (berdasar nilai Produk Domestik Bruto) akan jadi yang terbesar ke-7 di dunia. Saat itu, ekonomi Indonesia bahkan lebih besar dari Jerman dan Inggris. Jumlah masyarakat kelompok konsumen (individu dengan penghasilan bersih di atas US $ 3.600 per tahun) juga mencapai 135 juta, meningkat 90 juta dari saat ini yang baru 45 juta. Tak kalah wah, ekonomi Indonesia menyimpan peluang pasar senilai US $ 1,8 triliun di bidang jasa, pertanian, perikanan, sumber daya alam, dan pendidikan.
Berbekal segudang angka prediksi itu plus fakta-fakta ekonomi dalam negeri saat ini yang memang bagus, tak heran jika SBY dan tim tampak percaya diri ketika "menduduki" Wall Street, New York, dalam acara Indonesia Investment Day pekan lalu. SBY juga mengutip angka-angka positif hasil riset MCKinsey sebagai bumbu promosi. Tidak lupa, Mr. President juga memamerkan Master Plan yang mencakup program-program utama pemerintah. Jika program itu terlaksana, di 2025, pendapatan perkapita Indonesia mencapai US $ 15.000!
Krisis yang telah berulang kali datang memang telah memberikan pelajaran yang berharga. Krisis 1996-1997 memaksa pemerintah memperbaiki tata kelolah utang valuta asing sektor privat maupun utang negara sendiri. Sementara, krisis 2008 mengajari pemerintah untuk memperketat pengawasan tata kelola perusahaan di sektor keuangan. Hasilnya, ekonomi kita kian kebal dari pengaruh gejolak krisis ekonomi global.
Tetapi, pemerintah tidak boleh terlena. Selain pujian setinggi langit, McKinsey juga memnyebut cukup banyak masalah yang harus segera dibenahi agar moment istimewa saat ini tidak terlewatkan begitu saja. Produktivitas tenaga kerja yang kian rendah, kekurangan tenaga terampil, dan minimnya infrastruktur adalah sedikit contoh dari berbagai tantangan itu.
Satu lagi yang tak kalah penting. Jumlah pejabat yang bertipe eksekutor, tampaknya, masih minim di negeri ini. Rendahnya penyerapan anggaran belanja pemerintah adalah buktinya. Padahal, kemampuan eksekusi sangat penting bagi pejabat. Percuma memiliki master plan canggih dan bujet gede jika tidak ada yang berani melaksanakan. Jika problem ini tak segera dibenahi, bisa-bisa, moment istimewa bagi ekonomi Indonesia bisa terlewatkan lagi. Dan, Macan Asia hanya akan benar-benar menjadi lembaga nostalgia. Amit-amit!
0 komentar:
Posting Komentar